PASARKLIWON,AYOSOLO.ID– Pemerintah Kota (Pemkot) Solo mencatat lebih dari seribu balita di kota bengawan terdeteksi mengalami stunting. Hal ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri lantaran adanya target zero stunting di 2024 mendatang.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Solo, Purwanti mengatakan, pihaknya mencatat sebanyak 1.050 balita mengalami sunting dan belasan ribu balita lainnya masuk kategori rawan risiko stunting dari hasil penimbangan serentak terhadap risiko stunting yang dilakukan pada Februari 2023.
“Kalau berdasarkan angka nasional kinerja pemda dalam penanganan stunting yang diukur dari hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) penanganan stunting di Kota Solo sudah baik, karena prosentase stunting menurun terus. Dari 20,4 persen di 2021, kemudian di tahun 2022 turun menjadi 16,2 persen,” paparnya.
Baca Juga: Gapeka Baru Bikin Kereta Api Lebih Cepat, Masyarakat Diminta Lebih Hati-hati dan Waspada
Hanya saja, lanjutnya, untuk ukuran kinerja skala kota didasarkan pada penimbangan serentak sehingga munculah angka 1.050 balita yang mengalami stunting. Cukup besarnya angka stunting tersebut pastinya menjadi pekerjaan rumah yang tak mudah bagi Pemkot Solo khususnya DP3AP2KB. Karena sebelumnya sudah dideklarasikan Zero Stunting di 2024 mendatang.
“Kalau dibilang berat ya berat dan sulit. Tapi bukan berarti tidak diusahakan. Karena itu upaya yang kita lakukan adalah menekan serendah mungkin angka kasusnya. Sehingga do 2024 mendatang bisa nol. Menekannya bagaimana, yakni dengan mengantisipasi faktor terjadinya stunting pada balita,” ujarnya.
Adapun faktor penyebab stunting sendiri menurut Purwanti tidak hanya soal asupan gizi saja, namun juga ada faktor lainnya. Misalnya masalah kesejahteraan yang belum terpenuhi, permasalahan lingkungan hidup termasuk kebersihan tempat tinggal hingga pernikahan usia anak atau di bawah 19 tahun.
Baca Juga: Akun Twitter yang Lecehkan Istrinya Makin Menjadi, Gibran: Laporkan Saja
“Karena kesehatan calon pengantin, kesehatan ibu hamil. kesehatan ibu nifas dan kesehatan bayi juga akan terpengaruh. Karena usia anak memang memiliki banyak risiko jika mengalami kehamilan,” tandasnya.
“Kenapa? Karena usia di bawah 19 tahun itu reproduksinya belum matang, sehingga rawan melahirkan bayi prematur, bayi prematur makin rawan stunting. Yang rawan lainnya kehamilan di atas usia 35 tahun," imbuh Purwanti
Karena itu, pihaknya pun mengajak semua pihak harus terlibat aktif karena stunting bukan hanya soal gizi buruk namun juga dipengaruhi faktor kesejahteraan masyarakat. “Target di 2024 nol kasus baru, yang perlu diketahui masyarakat adalah penanganan stunting bisa dilakukan untuk bayi di bawah usia dua tahun, kalau sudah di atas itu yang bisa dilakukan adalah mengurangi risiko komplikasi kesehatannya," kata dia.***
Artikel Terkait
Inovasi Minyak Makan Merah sebagai Alternatif Pencegahan Stunting
Kolaborasi BTN dan Relawan Bakti BUMN Tekan Stunting di Desa Kolbano NTT
BTN Salurkan Ratusan Juta untuk Tekan Stunting di Kolbano
Bagikan Ayam Karkas dan Telur untuk Keluarga Rawan Stunting, Pos Indonesia Targetkan Selesai Sebelum Lebaran